Archive for Maret 2025

UU Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten - Bagian 13

 

Bagian Kedua

Pemeriksaan Substantif

 

Pasal 48

(1) Permohonan pemeriksaan substantif diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.

(2) Tata cara dan syarat-syarat permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

UU Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta - Bagian 18

Pasal 49

(1) Permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) diajukan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan.

(2) Apabila pemohon permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau biaya untuk itu tidak dibayar, Permohonan dianggap ditarik kembali.

(3) Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis Permohonan yang dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemohon atau Kuasanya.

(4) Apabila permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu pengumuman yang dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), pemeriksaan itu dilakukan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman.

(5) Apabila permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), pemeriksaan substantif dilakukan setelah diterimanya permohonan pemeriksaan substantif tersebut.

 

Pasal 50

(1) Untuk keperluan pemeriksaan substantif, Direktorat Jenderal dapat meminta bantuan ahli dan/atau menggunakan fasilitas yang diperlukan dari instansi Pemerintah terkait atau Pemeriksa Paten dari Kantor Paten negara lain.

(2) Penggunaan bantuan ahli, fasilitas, atau Pemeriksa Paten dari kantor Paten negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41.

 

Pasal 51

(1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa.

(2) Pemeriksa pada DirektoratJenderal berkedudukan sebagai pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Kepada Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

 

Pasal 52

(1) Apabila Pemeriksa, melaporkan bahwa Invensi yang dimintakan Paten terdapat ketidakjelasan atau kekurangan lain yang dinilai penting, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis adanya ketidakjelasan atau kekurangan tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya guna meminta tanggapan atau kelengkapan atas kekurangan tersebut.

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan rinci serta mencantumkan hal yang dinilai tidak jelas atau kekurangan lain yang dinilai penting dengan disertai alasan dan acuan yang digunakan dalam pemeriksaan substantif, berikut jangka waktu pemenuhannya.

 

Pasal 53

Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) Pemohon tidak memberikan tanggapan, atau tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, atau tidak melakukan perbaikan terhadap Permohonan yang telah diajukannya dalam waktu yang telah ditentukan Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2), Permohonan tersebut dianggap ditarik kembali dan diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon.

UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat – Bagian 13

Penjelasan Tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 - Bagian 6

 

BAB VIII

HAL KEUANGAN

 

Pasal 23 ayat 1, 2, 3, 4

Ayat 1 memuat hak begrooting Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi pemerintahan negara. Dalam negara yang berdasarkan fascisme, anggaran itu ditetapkan sema - mata oleh pemerintah. Tetapi dalam negara demokrasi atau dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

rakyat dan bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilannya.

 

Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.

 

Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat.

 

Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang­ undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Juga tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga.

 

Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran jual - beli dalam masyarakat. Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masirtg barang yang dipertukarkan. Barang -yang menjadi pengukur harga itu. mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang -Undang.

 

Berhubung dengan itu, kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang- undang.

 

Ayat 5

Cara pemerintah mempengunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, harus sepadan dengan keputusan tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah itu perlu ada suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Suatu badan yang tunduk kepada pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya badan itu bukanlah pula badan yang berdiri di atas pemerintah.

Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan dengan undang ­ undang.

 

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

 

Pasal 24 dan 25

Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.

UU Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu – Bagian 3

 

Pasal 6

(1) Jika suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pendesain apabila penggunaan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.

(3) Jika suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu itu dianggap sebagai Pendesain dan Pemegang Hak, kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua pihak.

UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat – Bagian 12

Pasal 7

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapus Hak Pendesain untuk tetap dicantumkan namanya dalam Sertifikat Desain Tata Letak SirkuitTerpadu, Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

 

Bagian Kelima

Lingkup Hak

 

Pasal 8

(1) Pemegang Hak memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang di dalamnya terdapat seluruh atau sebagian Desain yang telah diberi Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemakaian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

 

BAB III

PERMOHONAN PENDAFTARAN

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

 

Bagian Pertama

Umum

 

Pasal 9

Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan atas dasar Permohonan.

 

Pasal 10

(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditanda tangani oleh Pemohon atau Kuasanya.

(3) Permohonan harus memuat:

a. tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan;

b. nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan Pendesain;

c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon;

d. nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; dan

e. tanggal pertama kali dieksploitasi secara komersial apabila sudah pernah dieksploitasi sebelum Permohonan diajukan.

(4) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri dengan:

a. salinan gambar atau foto serta uraian dari Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dimohonkan pendaftarannya;

b. surat kuasa khusus, dalam hal Perrnohonan diajukan melalui Kuasa;

c. surat pernyataan bahwa Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dimohonkan pendaftarannya adalah miliknya;

d. surat keterangan yang rnenjelaskan rnengenai tanggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf e.

(5) Dalam hal Permohonan diajukan secara bersarna-sarna oleh lebih dari satu Pemohon, Perrnohonan tersebut ditanda tangani oleh salah satu Pernohon dengan dilampiri persetujuan tertulis dari para Pemohon lain.

(6) Dalam hal Permohonan diajukan oleh bukan Pendesain; Permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa Pemohon berhak atas Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang bersangkutan. .

(7) Ketentuan tentang tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

UU Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta - Bagian 18

Diberdayakan oleh Blogger.